Bekasikinian.com, Bekasi– Sejumlah Pengurus Pondok Pesantren di Jawa Barat keberatan dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Salah satu pimpinan Pesantren Imam Mudofar bahkan menulis surat terbuka yang ditujukan kepada Pemprov Jabar.
Berikut isi suratnya:
Apes. Sudah jatuh tertimpa tangga. Ironis. Eksistensi pesantren-pesantren di Jawa Barat tidak hanya berada dalam ancaman makhluk tak kasat mata bernama Corona, tapi juga dalam ancaman pemerintah.
Ancaman seperti apa? Ancaman “Bersedia dikenakan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan, dalam hal terbukti melanggar Protokol Kesehatan Penanganan Covid 19.” Ancaman yang konyol.
Ancaman itu tertuang dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 443/Kep.321-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Pengendalian Covid 19 Di Lingkungan Pondok Pesantren.
Dalam keputusan itu pesantren-pesantren di Jawa Barat diminta untuk membuat “SURAT PERNYATAAN KESANGGUPAN” dengan tiga poin utama. Pertama, Bersedia untuk melaksanakan Protokol Kesehatan Penanganan Covid 19 dalam menjalankan aktivitas selama Pendemi Covid 19. Ke dua, Bersedia untuk menyediakan sarana dan prasarana yang wajib diadakan berkaitan dengan prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di lingkungan Pondok Pesantren. Dan ke tiga, yang paling ironis, Bersedia dikenakan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan, dalam hal terbukti melanggar Protokol Kesehatan Penanganan Covid 19. Surat pernyataan itu harus ditandatangani di atas materai Rp.6.000.
Meski mungkin nawaitu dari peraturan ini baik, tapi bagi kami ini aturan yang cacat moral dan etika. Kenapa demikian? Pertama, pesantren ini lembaga pendidikan mandiri yang eksistensinya tidak ditanggung oleh pemerintah sebagaimana lembaga-lembaha pendidikan negeri lainnya. Kalau toh pun ada pesantren yang menerima bantuan (hibah) dari pemerintah, sifatnya hanya alakadarnya. Dan bantuannya juga tidak merata. Tidak ada jaminan semua pesanten dari yang kecil sampai yang besar bisa dengan mudah mendapatkan bantuan pemerintah.
Selama ini eksistensi pesantren lebih banyak tumbuh dari kemandirian santri dan para kyai pemilik pondok pesantren. Kemandirian santri untuk membayar i’anah (iuran) untuk fasilitas pendidikan mereka selama berada di pondok pesantren dan kemandirian para Kyainya yang tak sedikit memiliki bidang usaha yang keuntungannya dialokasikan untuk tumbuh kembang eksistensi pesantrennya.
Jika hendak membuat regulasi, buatlah tanpa harus mengancam eksistensi pesantren. Jika dalam aturan yang disusun oleh pemerintah itu ada nada ancaman, aturan yang mengancam itu yang menjadi bukti kecacatan moral dan etika pemerintah atas eksistensi pesantren selama ini.
Atau kalau mau membuat aturan dengan nada acanaman semacam itu, setidaknya pemerintah harus memastikan bahwa seluruh fasilitas infrastruktur utama penanggulangan Covid 19 ada dan disediakan oleh pemerintah di seluruh pesantren di Jawa Barat tanpa terkecuali. Selama fasilitas dan infrastruktur itu tidak ada dan tidak disediakan oleh pemerintah, tak usahlah membuat aturan dengan nada ancaman. Tak pantas. Saat kampanye keliling ke pesantren-pesantren untuk mendulang dukungan, dan saat ini malah membuat aturan yang mengancam ditengah keberpihakan pemerintah atas pesantren yang masih jauh dirasakan ditengah pendemi Covid 19.
Dan kami meminta kepada yang terhormat Gubernur Jawa Barat untuk mencabut/poin ancaman dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 443/Kep.321-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Pengendalian Covid 19 Di Lingkungan Pondok Pesantren. Terimakasih.
Tasikmalaya, 13 Juni 2020
*Imam Mudofar*
(*)






